Kamis, 27 Agustus 2009

KH Asrori Al Ishaqi Wafat (Perginya Ulama Apolitis)

SURABAYA - Keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) berduka. Salah satu ulamanya yang bergiat di bidang thoriqoh, KH Asrori Al Ishaqi, Selasa (18/8) dinihari meninggal dunia. Dia dikenal sebagai pemimpin Pondok Assalafi Al Fithrah, di Jalan Kedinding Surabaya

”Beliau kiai karismatik dan istikamah menjaga amalan warga NU di bidang tasawwuf dengan bergiat di thoriqoh,” kata Rois Syuriah PWNU Jatim, KH Miftakhul Akhyar di Surabaya, kemarin.

Meninggalnya Kiai Asrori sungguh mengagetkan,mengingat usia kiai thoriqoh ini belumlah terlalu tua. Yang bersangkutan dipanggil Yang Maha Kuasa di usia 58 tahun. Kepergiaannya untuk menghadap Sang Khalik membuat ribuan jamaahnya merasakan duka mendalam dan meneteskan air mata. Saat dilangsungkan prosesi pemakaman di komplek pondoknya, umat Islam menyemut dan melantunkan kalimah thoyyibah.

Tak ketinggalan karangan duka cita dari banyak tokoh nasional, Jatim, dan Surabaya dikirimkan ke rumah duka. Di antaranya karangan bunga dari Presiden SBY, Menteri Agama Maftuh Basyuni, Gubernur Jatim Soekarwo, Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bahrul Alam, Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono, Wakil Wali Kota Surabaya Arief Afandi, dan pejabat lainnya. Gubernur Soekarwo juga bertakziah ke rumah duka di kawasan Kedinding Surabaya.

Siapa KH Asrori Al Ishaqi? Yang bersangkutan dikenal sebagai kiai NU yang istikomah bergerak di bidang sosial kemasyarakatan terkait peran kiai melalui kanal thoriqoh. Kiai Asrori tak tergerus dalam gerakan kemasyarakatan di ranah politik praktis sebelum maupun pascareformasi.

Jamaah thoriqoh terus dibina dan digerakkan ke tataran umat dalam konteks memberikan bekal moral spiritual kepada umat Muhammad SAW. ”Fatwa dan pandangannya sangat dihormati serta dipatuhi umat. NU sangat kehilangan sepeninggal beliau. Dunia thoriqoh terus digeluti dan dijalankan dengan istikomah. Itu salah satu amalan penting NU dan menjadi pembeda NU dengan ormas Islam lainnya,” tambah Kiai Miftakhul.

Anak KH Utsman

Kiai Asrori adalah anak KH Utsman. Aktivitas thoriqoh dijalaninya sepeninggal ayahnya yang juga dikenal sebagai mursyid thoriqoh. Thoriqoh yang dipimpin Kiai Asrori tak terkait dengan kekuatan politik mana pun.

Seperti ditulis dalam disertasi (S3) Machmud Sujuthi (mantan Kepala Kanwil Depag Jatim) yang diterbitkan tahun 2001, pada buku berjudul ”Politik Tharekat”, disebutkan bahwa thoriqoh yang berpusat di Kedinding Surabaya di bawah pimpinan KH Utsman tak berafiliasi dengan kekuatan politik mana pun.

Dalam buku Machmud Sujuthi itu dikatakan bahwa setelah KH Mustain Romli menyatakan merapat dan mendukung Golkar pascapemilu 1971, terjadi pembelahan dunia thoriqoh di lingkungan NU. Ada jamaah thoriqoh Rejoso yang berpusat di Pondok Darul Ulum Rejoso Jombang, dengan tokoh utama KH Mustain Romli dan dekat dengan Golkar.

Di sisi lain, ada thoriqoh Cukir yang berpusat di Pondok Tebuireng Jombang di bawah pimpinan KH Adlan Ali yang lebih dekat kepada Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Thoriqoh Kedinding—istilah di mana pondok KH Utsman dan KH Asrori berlokasi—berada di antara 2 titik thoriqoh yang berbau politik itu. Jamaah Kiai Asrori itu netral secara politik. Tak ada hubungan kultural dan struktural dengan partai mana pun.

”Amalan thoriqoh Kiai Asrori itu sanad-nya sampai Syech Abdul Qodir Jaelani,” jelas Kiai Miftakhul.
Meninggalnya Kiai Asrori merupakan kehilangan besar bagi jamaah thoriqoh di Indonesia dan mancanegara. Selain 1.800 santri yang menetap di Pondok Al Fithrah di Kedinding, hakikatnya Kiai Asrori memiliki jutaan umat dan jamaah setia di Indonesia dan banyak negara lain. Jamaah yang dipimpin Kiai Asrori tersebar hingga ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Hong Kong, Australia, dan banyak negara lain.

Pada acara pemakaman kemarin, banyak di antara jamaah hanyut dalam suasana duka. Mereka melantunkan doa, tahlil, surat yasin, dan bacaan thoyyibah di masjid areal ponpes. Maklum, Kiai Asrori dikenal sebagai pimpinan Thoriqoh Qodiriyyah Wannaqsabandiyah Al Utsmaniyah.

Direktur Pendidikan Pondok Al Fithrah, Wisnubroto menyatakan, Kiai Asrori meninggalkan seorang istri, Hj Sulistyowati, dan 5 anak, yakni Siera Annadia, Sefira Assalafi, Ainul Yaqien, Nurul Yaqien, dan Siela Assabarina.


Kiai Asrori meninggal sekitar pukul 02.00. Sebelumnya, sejak 29 Juli sampai 16 Agustus 2009, sempat menjalani perawatan medis di Graha Amerta RSU dr Soetomo Surabaya. Kiai Asrori mengidap kanker dan komplikasi penyakit lainnya.
Di usia berapa Kiai Asrori meninggal dunia? Berdasar pengakuan salah seorang kerabat yang biasa mengurus paspor, Kiai Asrori memiliki 3 paspor dengan tanggal lahir berbeda. Tapi, diperkirakan yang bersangkutan lahir pada 17 Agustus 1951.(G14-62)

www.al-khidmah.org
Suara Merdeka/Antara

Selasa, 18 Agustus 2009

Pemanggul Tandu Panglima Sudirman yang Terlupakan

Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia memang takkan pernah dilupakan rakyat. Akan tetapi, tak banyak sosok pejuang yang bisa diingat rakyat. Djuwari (82 tahun), barangkali satu dari sekian banyak pejuang yang terlupakan. Kakek yang pernah memanggul tandu Panglima Besar Jenderal Soedirman itu, kini masih berkubang dalam kemiskinan.

Tepat pada peringatan proklamasi 17 Agustus, Malang Post berusaha menelusuri jejak pemanggul tandu sang Panglima Besar. Djuwari berdomisili di Dusun Goliman Desa Parang Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri, kaki Gunung Wilis. Kampungnya merupakan titik start rute gerilya Panglima Besar Sudirman Kediri-Nganjuk sepanjang sekitar 35 km.

Dari Malang, dusun Goliman bisa ditempuh dalam waktu sekitar empat jam perjalanan darat. Kabupaten Kediri lebih dekat di tempuh lewat Kota Batu, melewati Kota Pare Kediri hingga menyusur Tugu Simpang Gumul ikon Kabupaten Kediri. Terus melaju ke jurusan barat, jalur ke Dusun Goliman tak terlalu sulit ditemukan.

Sejam melewati jalur mendaki di pegunungan Wilis, Malang Post pun tiba di pedusunan yang tengah diterpa kemarau. Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman memang sangat jauh dari keramaian kota. Titik start gerilya berada di kampung yang dikepung bukit-bukit tinggi dan tebing andesit.

“Inggih leres, kulo Djuwari, ingkang nate manggul Jenderal Soedirman, sampeyan saking pundi?” kata seorang kakek yang tengah duduk sambil memegang tongkat di sudut rumah warga Dusun Goliman.

Melihat sosok Djuwari tak nampak kegagahan pemuda berumur 21 tahun yang 61 tahun lalu memanggul Panglima Besar. Namun dipandang lebih dekat, baru tampak sisa-sisa kepahlawanan pemuda Djuwari. Sorot mata kakek 13 cucu itu masih menyala, menunjukkan semangat perjuangan periode awal kemerdekaan.

Sang pemanggul tandu Panglima Besar itu mengenakan baju putih teramat lusuh yang tidak dikancingkan. Sehingga angin pegunungan serta mata manusia bebas memandang perut keriputnya yang memang kurus. Sedangkan celana pendek yang dipakai juga tak kalah lusuh dibanding baju atasan.

Rumah-rumah di Dusun Goliman termasuk area kediaman Djuwari tak begitu jauh dari kehidupan miskin. Beberapa rumah masih berdinding anyaman bambu, jika ada yang bertembok pastilah belum dipermak semen. Sama halnya dengan kediaman Djuwari yang amat sederhana dan belum dilengkapi lantai.

“Sing penting wes tau manggul Jenderal, Pak Dirman. Aku manggul teko Goliman menyang Bajulan, iku mlebu Nganjuk,” ujar suami almarhum Saminah itu ketika ditanya balas jasa perjuangannya.

Dia bercerita, memanggul tandu Pak Dirman (panggilannya kepada sang Jenderal) adalah kebanggaan luar biasa. Kakek yang memiliki tiga cicit itu mengaku memanggul tandu jenderal merupakan pengabdian. Semua itu dilakukan dengan rasa ikhlas tanpa berharap imbalan apapun.

Sepanjang hidupnya menjadi eks pemanggul tandu Soedirman, keluarga Djuwari beberapa kali didatangi cucu Panglima Besar. Pernah suatu kali diberi uang Rp 500 ribu, setelah itu belum ada yang datang membantu. Pemerintahan yang cukup baik kepadanya adalah pada zaman Soeharto, sesekali dia digelontor bantuan beras.

“Biyen manggule tandu yo gantian le, kiro-kiro onok wong pitu, sing melu manggul teko Goliman yaiku Warso Dauri (kakak kandungnya), Martoredjo (kakak kandung lain ibu) karo Djoyo dari (warga Goliman),” akunya.

Perjalanan mengantar gerilya Jenderal Soedirman seingatnya dimulai pukul 8 pagi, dengan dikawal banyak pria berseragam. Rute yang ditempuh teramat berat karena melewati medan berbukit-bukit dan hutan yang amat lebat. Seringkali perjalanan berhenti untuk beristirahat sekaligus memakan perbekalan yang dibawa.

“Teko Bajulan (Nganjuk), aku karo sing podho mikul terus mbalik nang Goliman. Wektu iku diparingi sewek (jarit) karo sarung,” imbuhnya.

Ayah dari empat putra dan empat putri itu menambahkan, waktu itu, istrinya (sudah dipanggil Tuhan setahun lalu) amat senang menerima sewek pemberian sang Jenderal. Saking seringnya dipakai, sewek itupun akhirnya rusak, sehingga kini Djuwari hanya tinggal mewariskan cerita kisahnya mengikuti gerilya.
“Pak Dirman pesen, urip kuwi kudu seng rukun, karo tonggo teparo, sak desa kudu rukun kabeh,” katanya.

Dari empat warga Dusun Goliman yang pernah memanggul tandu Panglima Besar, hanya Djuwari seorang yang masih hidup. Putra Kastawi dan Kainem itu masih memiliki kisah dan semangat masa-masa perang kemerdekaan. Ketika ditanya soal periode kepemimpinan Presiden Soekarno hingga SBY, Djuwari dengan tegas mengatakan tidak ada bedanya.(bagus ary wicaksono/malangpost)

Jumat, 14 Agustus 2009

Jajanan Serabi Imood

Ya, serabi imood . Nama yang lumrah kan bagi telinga kita, siapa yang tidak kenal kue serabi, kebanyakan kita mengenal serabi yang disajikan dalam mangkok, ditemani ketan, serta tidak lupa kuah santan yang rasanya manis. Disantap ketikan keadaan hangat sangat nikmat kan? :)

Nah, serabi imood yang kita santap kali ini memiliki sajian yang cukup berbeda dan beraneka. Hal pertama yang dirasa berbeda adalah serabi ini tidak disajikan dengan kuah santan, akan tetapi disajikan dengan aneka olahan rasa. Secara rasa dan tekstur serabi ini tidak berbeda dengan serabi lainnya, namun yang paling membedakan memang dari toppingnya tersebut. Serabi ini berukuran setara dengan tatakan cangkir atau lepek, berwarna putih mirip warna apem putih, kemudian dihidangkan di atas piring ukuran sedang yang ceper. Macam toppingnya diantaranya adalah keju, kismis, mesis (bener ga nulisnya? hehe), susu, kreamer, kacang, mete. dan aneka rasa lainnya. Harga untuk serabi ini cukup murah, sekitar Rp 5000 an ke atas.

Serabi imood ini saya jumpai di daerah trunojoyo, sekitar Stasiun Kota Baru, terdapat dua cabang di sana, namun yang sering ramai dikunjungi adalah cabang yang berada di gang (belakang Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang. Kawula muda sering berjubelan di sana, sambil menikmati serabi imut, mereka bercengkerama, juga sesekali menatap layar laptop, memposting sesuatu ke fesbuk. hehe.. atau sekedar nge-twit. Ketika sore hari, bangku-bangku yang disediakan bagi pelanggan bisa dipastikan penuh sesak oleh penikmat serabi imod, saya pun seringkali berdiri ketika mendapati bangku tidak ada yang kosong. Namun tidak mengapa, karena pada dasarnya penikmat serabi di sana tidak hanya mencari rasa kenyang namun juga perasaan enjoy nongkrong bersama. Jadi tidak heran apabila serabi imood nyari tidak sepi pelanggan.

Kamis, 13 Agustus 2009

Orang2 Salah

Sedih liat :"orang2 salah yg berorientasi akhirat dan berharap memeluk bidadari di Sana tp bertindak ngawur dgn mengacak2 ketentraman dunia/apalagi sampe menghilangkan nyawa korban tak berdosa, orang2 itu sbnarnya sadar tidak bahwa akhirat adalah perwujudan dari segala amal mereka di dunia, ya tho?"

(sejenak merenungkan lirik band homicide yang bertutur "persetan dengan surga sejak parameter pahala diukur dengan seberapa banyak kepala yang kau pisahkan dengan nyawa")

sedangkan orang2 salah itu dengan bangganya:

mengklaim dirinya telah memiliki bidadari-bidadari Surga namun dengan jalan membunuh?
mengklaim dirinya sebagai pahlawan islam dengan menyebar teror?
mengklaim dirinya menjadi syuhada?

Islam bukan seperti itu, dan orang Islam tidak begitu. Islam itu rahmatanlil'alamin.
Astagfirullahaladzim....

Rabu, 12 Agustus 2009

Bedah Buku "Akar Berpilin" Kumpulan Sajak Gus tf

Host: Bale Sastra Kecapi

Type: Meetings - Informational Meeting

Network: Global

Date: Friday, August 14, 2009

Time: 6:30pm - 9:30pm

Location: Cemara 6 Galeri

Street : Jl. HOS Cokroaminoto No. 9-11, Menteng

City/Town: Jakarta, Indonesia

Phone: 08561741857

Email: ai.nindita257@gmail.com



"ke mana pun kau menoleh
kita bakal bertemu
karena kau hanya daging
bakal menerpih dalam seratku

ke mana pun kau menoleh
kita bakal bertemu
karena kau hanya tulang
bakal merapuh dalam sendiku"

(Gus tf, "Bakal", 2001)

Bale Sastra Kecapi menyelenggarakan bedah buku "Akar Berpilin" sajak-sajak Gus tf 2001-2007. "Pada satu sisi seolah-olah kita ditranspor ke Ranah Minang, diliputi oleh simbol-simbol, ajaran dan falsafah Minangkabau, tetapi di sisi lain sajak-sajaknya terserap dengan semacam magic realism yang membiarkan imajinasi kita membubung, yang mengantar kita ke dunia lain," tulis Pamela Allen.

Sejauh apakah pandangan tersebut melukiskan sajak-sajak dalam "Akar Berpilin"? Bagaimanakah kita membaca Gus tf? Bedah buku "Akar Berpilin" akan diisi antara lain oleh:

Abdul Hadi WM (penyair)
Mohamad Sobary (esais)
Zen Hae (pegiat sastra)

Dan tentunya, para peminat sastra yang akan menghadiri diskusi ini.

Demikian informasi ini kami beritakan, semoga tersampaikan dengan baik.

Salam hangat,
Bale Sastra Kecapi

Kamis, 06 Agustus 2009

Mbah Surip Bahan Materialnya WS Rendra

Dalam hitungan hari, dunia seni Indonesia kehilangan dua senimannya, sang fenomenal Mbah Surip dan Si Burung Merak, WS Rendra. Keduanya sama-sama dimakamkan di areal Bengkel Teater, kawasan Citayam, Bogor.

Di mata pengamat politik yang juga penggemar berat karya-karya Rendra, kedua seniman berbeda nasib ini saling melengkapi.

Ditemui saat melayat WS Rendra di Bengkel Teater, Jumat 7 Agustus 2009, Yudi mengaku kehilangan dua 'sosok' besar yang pergi di usia yang tidak muda lagi. Rendra menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 22.00 WIB, Kamis 6 Agustus 2009. Sedangkan Mbah Surip pada pukul 10.30 WIB, Selasa 4 Agustus 2009.

"Mbah Surip dan WS Rendra saling melengkapi. Mbah Surip adalah bahan material WS Rendra. Mbah Surip perwakilan seniman yang senang menggelandang yang tidak dapat perhatian dari atas. Rendra dalam hal ini menjadi juru bicaranya Mbah Surip, 'gelandangan' di negara ini yang tidak pernah diperhatikan," tutur Yudi.

Dalam kaca mata Mbah Surip, negara ini sangat menakutkan. Berbeda dengan Rendra yang kerap mendapat penghargaan, Mbah Surip minim akan hal itu.

"Tapi dia sudah mendapat penghargaan dari apreasi yang diberikan masyarakat. Banyaknya uacapan bela sungkawa, dan RBT-nya yang diunduh banyak orang. Itu tanda kepedulian masyarakat pada beliau karena karya seninya yang tulus," katanya.

Sedangkan Rendra adalah penjaga dan pewaris buda yang merupakan ikon penting dalam hal menjaga seni budaya dan dunia politik sosial.

Sebagai seniman, Rendra merupakan penawar publik, penyampai pesan dari atas ke bawah yang meninggalkan jejak besar di segala lapisan.

"Dia itu seperti garam, dia luar biasa. Walau tidak kelihatan, hasilnya memberikan citra rasa," kata Yudi. Saking terpengaruhnya dengan karya dan ide-ide Rendra, Yudi memberikan nama putrinya Matahari Kesadaran yang dikutip dari puisi Rendra.(vivanews)

Opera "IBU -- Yang Anaknya Diculik Itu" Akan Pentas di Yogyakarta

Setelah sukses besar di World Premierenya di Jakarta bulan Juni lalu, opera yang dijuluki sebagai "a work of genius" oleh majalah NOW! Jakarta, serta mendapat pujian dari banyak media lain di Jakarta ini akan dipentaskan di Jogja, tepat pada hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus nanti.

Karya besar Ananda Sukarlan -- Seno Gumira Ajidarma ini adalah hasil pesanan dari Jakarta Opera, dan World Premierenya dipentaskan tgl 7 Juni yg lalu di World Theatre, British International School yang dipenuhi penonton yang juga datang dari berbagai kota di Indonesia. Aning Katamsi bernyanyi tunggal secara spektakuler selama 40 menit sebagai sang Ibu, yang anaknya diculik itu. Telah banyak permintaan untuk pementasan di kota-kota lain, dan Jogja mendapat giliran pertamanya.

Pocket opera adalah sebuah bentuk baru yang menggambarkan sebuah opera yang "praktis dipagelarkan" karena tidak melibatkan terlalu banyak pemain dan stage decor, tanpa mengurangi kualitas dan "magic" dari suatu pertunjukan opera. Untuk IBU, Ananda Sukarlan menciptanya untuk satu penyanyi saja, yang akan ditampilkan oleh soprano terkemuka Aning Katamsi, sehingga karya ini menjadikannya sebuah "tour-de-force" yang sangat virtuosik, karena Aning (atau soprano manapun yang akan mementaskannya di masa depan) harus menyanyi, berakting dan berdeklamasi selama 40 menit. Opera ini adalah sebuah kontribusi yang penting dalam khasanah musik sastra Indonesia, terutama karena menjadi "ujian" bagi setiap penyanyi soprano yang kelak mempagelarkannya, baik dari segi artistik, musikalitas, stamina dan teknik.

Karya ini berdasarkan drama monolog dari Seno Gumira Ajidarma, dengan judul yang sama, yang telah dipagelarkan oleh aktris Niniek L. Karim tahun 2008 yang lalu. Ceritanya mengisahkan kepedihan seorang ibu yang anaknya hilang diculik lebih dari 10 th yang lalu dan tidak kembali sampai saat ini.

Sebelum opera ini, acara akan dibuka oleh Ananda sendiri juga akan memainkan beberapa nomor untuk piano solo yang belum pernah dimainkan di Jogja : Rapsodia Nusantara no. 3 dan beberapa nomor dari bukunya "Alicia's First Piano Book".

Para pendukung opera ini adalah :

Aning Katamsi, soprano sebagai IBU
Elizabeth Ashford, flute
Ananda Sukarlan, piano
Chendra Panatan, stage director

Hanya akan ada 1 (satu) pagelaran untuk karya besar ini, jangan lewatkan !


Tempat/Place : Concert Hall ISI Yogyakarta
Tanggal & Jam/ Date & time : 17 Agustus 2009, 16.00 hrs
Harga tiket/Ticket price : VVIP Rp. 100.000,- VIP Rp. 60.000,0 Student Rp. 40.000,-
Tiket dipesan di/Tickets can be reserved at :
1. ISI Yogyakarta, Kantor Rektorat, Jl Bantul Km. 6.5 Sewon Bantul. Tilp (0274) 379133, 373659
2. YMSI Perwakilan Yogyakarta, Jl. Pakuningratan 76 Yogyakarta, tilp (0274) 518068
3. Karta Pustaka, Jl. Bintaran Tengah 16, tilp (0274) 383792
4. Radio Eltira, Jl. Sabirin. No 6 Yogyakarta, Tilp (0274)557215

info : Chendra Panatan (Ananda Sukarlan's management), ycep@yahoo.com atau 0818 891038

-----

Mari Diramaikan :)